Nasihat ini disampaikan pada sebuah muhadhoroh di Masjid Baitul Ihsan – Bank Indonesia pada tanggal 16 Desember 2004 yang – alhamdulillah – dihadiri juga oleh Saya beserta istri.

Tulisan yang saya sampaikan saat ini adalah terjemahan nasihat yang dimuat dalam buletin Al Ihsan Edisi 95 tanggal 24 Desember 2004.

[awal kutipan]

Kita bersyukur kepada Alloh atas pertemuan ini, di salah satu Rumah Alloh, Masjid Bank Sentral Indonesia Jakarta. Pertemuan ini adalah karena kecintaan kepada Alloh dan persaudaraan Islamiyyah dan Imaniyyah. Inilah nikmat-Nya yang besar dan berharga. Kalaulah tiada taufik dan pertolongan-Nya, maka tidaklah sempurna pertemuan dan perjumpaan ini.

Kemudian kami ucapkan terima kasih kepada pengurus Masjid Baitul Ihsan ini dan jamaah yang sangat antusias untuk menyelenggarakan pertemuan ini. Semoga Alloh membalas jerih payah mereka, memperindah setiap langkah dan memberkati setiap usaha ini.

Sesungguhnya saya dari tempat turunnya wahyu dan risalah, Makkah Al Mukarromah, tetangga Ka’bah, tetangga Masjid Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, menyampaikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada jamaah semua dan saya menyambut kecintaan dengan kecintaan, kasih sayang dengan kasih yang yang seluas-luasnya. Kita bersyukur kepada Alloh yang telah mengumpulkan kita dalam persaudaraan Islamiyyah dan percintaan Imaniyyah. Semoga Alloh menjadikan pertemuan ini sebagai pertemuan yang baik dan diberkahi.

Saudaraku seiman!

Berangkat dari Firman Alloh, “Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan sangat bermanfaat bagi kaum yang beriman.” (QS. Adz Dzariyah:55), saya mengingatkan diri saya pribadi dan saudara sekalian dengan beberapa perkara yang penting dan beberapa permasalahan yang saya melihatnya sebagai urusan yang sangat sentral.

Adapun perkara yang pertama dan pangkal dari setiap perkara dan masalah adalah Aqidah, yaitu iman kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, mentauhidkan Alloh, Penguasa Alam Raya. Kita tidaklah tercipta untuk kesia-siaan, tidak pula hilang percuma, akan tetapi kita tercipta untuk beribadah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz Dzariyat:56). Sungguh, seandainya manusia mengetahui untuk apa mereka diciptakan, maka tidaklah mereka terlengah dan tertidur, karena sesungguhnya mereka tercipta untuk suatu urusan yang besar dan pokok bagi kehidupan mereka.

Kedua, Mengikuti Sunnah. Kalian telah mengetahui, maka wajibkan dirimu untuk mengikuti. Tidaklah mungkin meraih kebahagiaan dunia dan kenikmatan akhirat, kecuali mengikuti jalan Al Musthafa shallallahu’alaihi wasallam, “Dan apa yang dibawa Rasulullah untuk kalian, maka ambillah dan apa yang dilarang maka tinggalkanlah.” (QS Al Hasyr:7), “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah bagi kalian suri tauladan yang baik.” (QS Al Ahzab:21). Maka waspadalah bagi siapa saja yang menyalahi jalan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, ia akan tertimpa fitnah atau bahkan azab yang pedih.

Kecintaan kita kepada Alloh dan Rasul-Nya haruslah menurut ajaran dan mengikuti Rasulullah shallalahu alaihi wasalam, “Katakanlah: jika kalian mengaku mencintai Alloh, maka ikutilah jalanku, niscaya Alloh akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, dan Alloh Maha Pengampun dan Pengasih.” (QS Ali Imran:31). Rasulullah juga bersabda: “Wajiblah bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk setelah aku.” [1] Inilah jalan keselamatan, jalan kebahagiaan, jalan kepemimpinan, dan jalan kebaikan dan kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Ketiga: Al Manhaj ,[2] yaitu berjalan di atas jalan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan para shahabatnya yang mulia serta generasi-generasi yang dimuliakan (shalafusshalih – fai). Manhaj pertengahan, sebagaimana Alloh berfirman: “Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebgai umat pertengahan.” (QS Al Baqoroh: 143). Maka janganlah berlebih-lebihan dan janganlah mengurangi, janganlah boros dan janganlah pelit.

Juga firman-Nya, “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan itu dan janganlah mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena pasti kalian bercerai berai dan menjauh dari jalan-Nya.” (QS Al An’am: 153). Inilah jalan yang harus diikuti oleh setiap muslim di setiap zaman dan tempat, terutama pada zaman-zaman akhir seperti sekarang dimana banyak terjadi penyelewengan dari Manhaj Pertengahan.

Keempat: Ilmu, yaitu ilmu tentang Kitab Alloh dan ilmu tentang Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, ilmu tentang halam dan haram, ilmu tentang petunjuk dan kesesatan, ilmu tentang kebenaran dan kebatilan. Seorang muslim dituntut untuk mengetahui hukum-hukum agamanya, karena tidak mungkin ia beribadah kepada Alloh berdasarkan kebodohan. Bagaimana anda Shalat, sementara anda tidak mengetahui hukum-hukumnya, demikian juga haji dan seluruh ibadah yang lain, oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim membekali dirinya dengan ilmu yang bermanfaat.

Banyak di antara manusia dari kalangan muslimin tidak mengetahui Islam dan hakikat Islam, mereka terjatuh pada kesalahan kesalahan dan penyelewengan yang tidak sedikit, baik dalam ibadah, aqidah, muamalah, dan akhlak. Kebodohan mereka inilah yang menyebabkan keterpurukan mereka, dan juga karena mereka meremehkan menuntut ilmu.

Alloh telah mewajibkan hamba-Nya menuntut ilmu, demikian juga Rasulullah telah bersabda: “Barangsiapa menempuh jalan mencari ilmu maka Alloh akan mempermudah baginya jalan menuju surga.” [3]

Dalam untaian hikmah dinyatakan : “Beruntunglah kamu dengan ilmu, karena kamu akan hidup selamanya“, “Manusia akan mati, dan ahli ilmu akan hidup selamanya“. Kaum muslimin juga dituntut untuk membaca dan bertanya kepada ulama, jika mereka tidak mengetahui tentang agama mereka.

Kelima; Perkara yang mengikuti ilmu yaitu : Amal Shalih, sesuai dengan firman Alloh: “Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan huda dan agama yang haq”, huda yakni ilmu yang bermanfaat sedangkan agama yakni amal shalih. Alloh berfirman: “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.” (QS Al ‘Ashr: 1-3). Tidaklah cukup bagi seseorang hanya dengan belajar dan mengetahui, ia harus mengamalkan ilmunya dengan baik.

Problema umat saat ini adalah mereka berjumlah sangat banyak, akan tetapi sedikit dari mereka yang mempunyai ilmu dan mampu mengamalkannya. Mereka menyebut dirinya muslim, tetapi mereka enggan melaksanakan shalat. Mereka mengaku muslim, tetapi tidak dapat mencegah dirinya dari berbuat riba, zina, penyelewengan, durhaka kepada orang tua, memutus silaturahmi dan dari berbuat apa-apa yang telah Alloh dan Rasul-Nya haramkan.

Ada dua persyaratan dalam beramal, yaitu ikhlash karena Alloh dan shawab (benar sesuai petunjuk Rasulullah – fai), dua syarat inilah yang menyebabkan amal menjadi shalih dan diterima.

Keenam, Ummah Wahidah. “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS Al Anbiya: 92), “Sesungguhnya kaum yang beriman adalah saudara.” (QS Al Hujurat:10), “Dan kaum yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.” (QS At Taubah: 71), “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Alloh. Dan janganlah kamu bercerai berai,” (QS Ali Imran:103), “Dan taatlah kepada Alloh dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Alloh beserta kaum yang sabar.” (QS Al Anfal:46).
Wajib bagi setiap muslim untuk mengkokohkan persatuan umat, persatuan aqidah dan persaudaraan keimanan di setiap saat dan tempat, karena hal itu adalah ikatan dan wadah yang dapat menyatukan segala bentuk paham materialis, kedaerahan, suku, dan segala unsur dan golongan.

Wahai kaum muslimin, wajib bagi kita untuk bersatu dan memperkokoh persaudaraan, sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar. Kita sekarang dalam kondisi perpecahan dan pertentangan yang sangat beragam, maka hendaklah kita selalu mengedepankan dan mengibarkan “Bendera Persaudaraan Islam dan Cinta karena Alloh”, dan janganlah dicerai-beraikan oleh mazhab-mazhab, seperti Syafi’iyyah, Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah, karena setiap kita adalah saudara dan semua kita masih tetap di atas Kitabullah dan Assunnah. Hal inilah yang telah dicontohkan oleh para shahabat, tabiin dan umat sebelum kita pada masa kejayaan dan keemasannya, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.

Ketujuh, Akhlak. Kita adalah umat berakhlak, yang merupakan permata yang mulia dan berharga, “dan sungguh kamu (ya Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam: 4), dan diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasalam adalah untuk akhlak ini, sebagaimana sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” [4]

Bergaullah dengan saudaramu dengan akhlak yang mulia, perlakukanlah mereka dengan penuh kasih sayang, sebarkanlah senyum, janganlah menyakiti sesama saudara dengan tanganmu atau dengan lidahmu. Janganlah gunakan lidahmu untuk menyakiti muslimin dengan ghibah (menggunjing), mengadu domba dan kebohongan. Janganlah ada di hatimu kedengkian, hasad dan kecemburuan kepada saudaramu seiman.

Dan waspadalah dari setiap akhlak yang tercela, sebagaimana terdapat pada sebagian golongan dan kelompok. Inilah yang dikehendaki musuh-musuh Islam, mereka menghembuskan perpecahan kepada muslimin, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menghanguskan perasaan dalam jiwa muslimin. Oleh karena itu berperilakulah dengan akhlak yang mulia sehingga dapat mewujudkan persatuan umat.

Kedelapan, Dakwah kepada Alloh; mengajak manusia kepada kebajikan dan petunjuk. Tidaklah cukup bagi seorang muslim memperbaiki diri sendiri tanpa mengajak mulimin dan yang bukan muslimin dengan kebaikan. Hendaklah ia bergiat dalam berdakwah kepada Alloh, “Siapakah yang lebih baik perkataanya daripada orang yang menyeru kepada Alloh, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS Fushshilat: 33), “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS An Nahl:125), dan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam pun bersabda, “Sampaikanlah dariku walau satu ayat.”[5]

Dakwah Islamiyyah harus kita junjung dan terus dilaksanakan, karena kita menyaksikan manusia di luar Islam bersepakat dan berusaha tiada henti mengajak manusia kepada kebatilan dan kesesatan. Maka sepatutnya kaum muslimin yang berada di atas kebenaran untuk selalu menyebarkan agama Alloh, mengajak manusia kepada Alloh, dengan tetap menjaga akhlak dan sikap yang santun. Dakwah dengan lemah lembut, dakwah dengan manhaj kasih sayang, amar ma’ruf, nahi munkar dengan cara yang Islami.

Kesembilan, Berwasiat dengan kebenaran dan sabar dalam berdakwah. Berdakwah, beramar makruf nahi munkar sangat membutuhkan kewabaran dan lapang dada, kita tidak boleh tergesa-gesa, sebagaimana firman Alloh, “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (QS Al Ahqaf: 35), “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az Zumar: 10).

Seorang yang beriman hendaknya mempunyai optimisme yang kuat, bahwa Alloh akan membelanya ketika ia membela agama-Nya, bahkan meskipun kebatilan merajalela di mana-mana, ia harus optimis bahwa pada akhirnya yang haq pasti akan mengalahkan kebatilan dengan pertolongan Alloh. Alloh memeberikan dukungan dalam sebuah ayat: “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia ini dan pada hari berdirinya saksi-saksi (Hari Kiamat)” (QS Al Mu’min: 51).

Pada pertemuan ini, saya menyerukan kepada optimisme dakwah, yang jauh dari sikap putus asa. Karena sebagian manusia terseret oleh sikap putus asa yang membawa mereka kepada sikap tergesa-gesa dalam berdakwah.

Marilah menengok kembali masuknya Islam ke negeri Indonesia oleh para da’i yang sekaligus sebagai pedagang, mereka sangat sabar dan penuh serius dalam memberikan contoh dan tauladan yang mulia, jauh dari penipuan dan kekerasan. Mereka berdakwah dengan bijak, sangat menghargai penduduk pribumi, penuh kasih sayang, mereka telah memberikan tauladan akhlak yang mulia, sehingga Islam dengan mudah dan cepat tersebar di Negeri ini.

Oleh karenanya, marilah mencontoh dan mengikuti jejak pendahulu kita dalam berdakwah, sungguhpun tekanan dan tantangan datang dari seluruh musuh-musuh Islam, terutama di negeri-negeri Timur Tengah seperti Palestina, Irak dan lain-lain, kita harus tetap yakin dan optimis bahwa pertolongan Alloh pasti akan datang kepada mereka yang menolong agama-Nya.

Kesepuluh, saya tidak ingin memperpanjang kata, saya ingin berwasiat kepada kalian dan diri saya untuk memperhatikan pendidikan keluarga, wanita dan generasi kaum ini. Mereka akan menghadapi tantangan yang tidak pernah kita hadapi, untuk itu marilah kita mendidik mereka dengan pendidikan agama yang baik, ajarkan mereka mencintai Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan sunnahnya, mencintai Al Qur’an, ilmu dan masjid.

Alhamdulillah sebagian muslimin dengan keluarganya, wanitanya, dan anak-anaknya hidup dalam lingkungan Islami seperti yang saya saksikan di Masjid Baitul Ihsan ini. Marilah kita menjaga kondisi seperti ini dengan terus meningkatkan pendidikan anak-anak kita, dengan pendidikan Islam, mengajarkan bahasa Arab, kepedulian dengan sesama Muslim, mengarahkan hobi dan kecenderungan mereka kepada nilai-nilai Agama.

Ajarkan perempuan muslimah berhijab sejak dini, baik di masjid atau di pasar, ajarkan mereka menjaga kehormatan dirinya, rasa malunya dan hindarkan dari berkumpul dengan lelaki. Didik keluarga kita dengan Al Qur’an, dekatkan mereka dengan masjid, jauhkan mereka dari lingkungan yang buruk, sehingga keluarga kita menjadi keluarga yang menjunjung keimanan, bendera Al Qur’an dan cinta kebenaran dan Islam.

Kehidupan dunia ini adalah tempat ujian, dan kita semua akan mati. Oleh karenanya kita harus menyibukkan diri dengan amal-amal yang mendekatkan kepada Alloh pada saat-saat siang dan malam yang kita lalui. Semoga itu semua menjadi cahaya di kubur kita, menjadi pembela kita pada Hari Perhitungan. Kita harus mempersiapkan diri untuk kembali kepada Alloh dengan bertaubat dari dosa dan maksiat, memohon maaf kepada orang yang kita zalimi, orang-orang yang kita rampas kehormatannya, atau kita sakiti dengan sesuatu yang menyakitkan perasaannya. Gunakan kesempatan sekecil apa pun dengan berbagai amal yang bermanfaat di saat manusia melupakannya.

Terakhir, saya mengucapkan terima kasih kepada jamaah Masjid Baitul Ihsan ini khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya atas penerimaan kalian, antusias untuk pertemuan ini. Saya sangat berbahagia dan bangga atas pertemuan dan kunjungan kepada saudara seiman di Indonesia yang mayoritas muslim. Masyarakat Indonesia sangat ramah, sangat berakhlak, cinta ulama dan cinta Haramain (Makkah dan Madinah).

Semoga Alloh membalas kalian dengan berlipat. Semoga pertemuan ini menjadi pertemuan yang diberkati Alloh.

[akhir kutipan]

 **************

 Footnote

[1] Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud (4608), At-Tirmidziy (2676) dan Ibnu Majah (44,43) 

[2] Dalam terjemahan di buletin disebutkan artinya adalah Sistem Kehidupan, tapi yang benar, arti Al Manhaj adalah cara beragama atau cara memahami agama seperti yang telah dibahas oleh para ulama

[3] HR. Muslim (no. 2699) dan selainnya, dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu

[4] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam ‘Adabul Mufrad’ dan Imam Ahmad. Lihat ‘Silsilah Ash-shahihah 15’

[5] Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Ahadits Al-Anbiya (3461)